Pihak yang berada pada garis pesimistis memprediksikan bahwa setelah Perang
Dingin, Asia akan menjadi kawasan multipolar dan cenderung tidak stabil. Salah
satu contoh analis yang pesimis tersebut bernama Aaron L. Friedberg, seorang
ahli politik di Princeton University, Amerika Serikat, yang memberikan
pandangan pesimistiknya mengenai wacana peningkatan aspek hubungan
internasional di Asia Timur dengan Cina sebagai salah satu aktor pentingnya,
pada awal tahun 1990-an. Bahkan seolah mendukung pemikiran Friedberg tersebut,
beberapa pengamat lain menyatakan bahwa akan terjadi perang yang tidak dapat
dihindarkan antara Amerika Serikat dan Cina. Berbeda dengan pandangan pihak
yang pesimis, para analis yang memiliki pemikiran optimis justru berargumentasi
bahwa Asia Timur akan menjadi kawasan yang lebih stabil dibandingkan sebelumnya
untuk berbagai macam alasan. Funabashi Yoichi misalnya, seorang jurnalis dari
Jepang yang telah sangat diakui kredibilitasnya melalui pemberian penghargaan
atas bukunya yang berjudul Asia-Pacific Fusion (dipublikasikan pada tahun 1985)
menggambarkan dalam bukunya tersebut bahwa akan ada suatu pergerakan yang
dinamis menuju kawasan Asia yang terintegrasi yang akan mengubah hubungan
internasional di Asia Pasifik dan seluruh wilayahnya. Dinamika tersebutlah yang
disebut Funabashi sebagai “Asia-Pasific Fusion”.
Masih seputar prediksi para ahli mengenai prospek hubungan internasional di
kawasan Asia Timur, menurut Amitav Acharya, seorang ahli politik di Nanyang
Technological University, Singapura, tatanan internasional di Asia pada abad
ke-21 akan menjadi stabil. Acharya menyampaikan bahwa perkembangan manusia dan
jaringan hubungan lainnya yang disertai dengan kenaikan tingkat integrasi
ekonomi, akan sama dengan jumlah peningkatan bangsa yang berbagi norma-norma
dalam hubungan internasional di kawasan tersebut sehingga mampu membentuk
tatanan internasional Asia yang lebih stabil (Yamada, 2009: 3). Namun
berdasarkan pengalaman selama hampir dua dekade sejak berakhirnya Perang
Dingin, dari dua macam pandangan di Asia yang saling bertolak belakang tersebut
ternyata masih belum ada argumentasi yang benar-benar meyakinkan dan berhasil
menyediakan bukti nyata untuk mendukung pendapat mana yang paling layak untuk
diakui rasionalitas analisisnya. Jelasnya, memang terjadi perubahan dalam
hubungan internasional di Asia Timur selama dua dekade lalu dengan menekankan
pada peran dari Cina dan ASEAN sebagai model atau representasi regionalisme
yang masih dapat mempertahankan eksistensinya di kawasan Asia. Respons yang
berasal dari ASEAN dan Cina pada perubahan struktural yang terjadi di Asia
Timur disebabkan oleh berakhirnya Perang Dingin dan perluasan kekuatan yang
dilakukan Cina, yang telah membantu untuk membawa munculnya basis tatanan
internasional baru di Asia Timur dengan ASEAN dan Cina sebagai pusatnya.
Posisi negara-negara di kawasan Asia Timur dalam konteks hubungan internasional
amat berpengaruh besar. Selain Cina, terdapat pula Jepang sebagai negara lain
di Asia Timur yang memegang peranan penting. Digambarkan oleh Yamada (2009: 9)
bahwa terdapat hubungan yang terbentuk di antara Amerika Serikat, Cina, dan
Jepang pada abad ke-21 yang dapat dilihat sebagai bagian penting perubahan
sistem dunia, khususnya jika yang dimaksud adalah perubahan pada pihak yang
menjadi hegemon. Hegemoni dunia memang selalu mengalami perubahan dari yang
semula dipegang oleh Portugal menjadi Belanda pada abad ke-17 kemudian beralih
ke Inggris atau Great Britain pada abad ke-18, dan kemudian pada abad ke-20
lalu berubah menjadi diduduki oleh Amerika Serikat. Pada masing-masing kasus
perubahan predikat sebagai hegemon di atas, ketika sebuah hegemon baru
mengambil alih maka terjadi “hegemonic war” antara pemegang hegemoni lama
dengan penantang hegemon yang berkeinginan untuk menggeser kedudukan hegemon
lama untuk menjadi pihak hegemon baru. Namun berdasarkan sejarah, belum pernah
ada penantang hegemon yang menyeret hegemon lama pada suatu perang hegemoni
yang berhasil mengambil alih kedudukan sebagai hegemon. Sebab, perubahan
hegemon biasanya terjadi secara alami dan karena ada faktor-faktor penyebab
yang mengakibatkan terjadinya perubahan hegemoni. Oleh karenanya, hubungan
antara Amerika Serikat-Cina-Jepang pada abad ke-21 ini mungkin akan mengulang
kembali pola dari sejarah sistem dunia modern tadi. Banyak dugaan yang muncul
bahwa sebenarnya terdapat kepentingan-kepentingan yang terselip dalam hubungan
ketiga negara tadi yang disebut sebagai aktor-aktor baru dalam konteks hubungan
internasional di Asia Timur. Bahkan apabila mendasarkan pada kepentingan yang
terletak dalam hubungan ketiga negara tersebut, masa depan Asia Timur nantinya
mungkin ditentukan oleh hubungan antara Amerika Serikat-Cina-Jepang. Jika
bangsa atau negara lain mempertimbangkan Cina sebagai “penantang” dalam konteks
hegemoni dan kemudian memperlakukan Cina berdasarkan persepsi tersebut maka
Cina mungkin juga akan benar-benar menjadi hegemon yang baru (Yamada, 2009:
10).
Jika tadi telah berbicara mengenai kepentingan yang bermain dalam hubungan
internasional di kawasan Asia Timur, selanjutnya akan dibahas mengenai dinamika
yang berlangsung di dalamnya. Pada dasarnya, hubungan internasional di Asia
Timur cukup banyak dihampiri oleh berbagai macam konflik yang mayoritas dilatarbelakangi
oleh perbatasan di antara negara-negara tersebut. Contoh konflik yang terjadi
di Asia Timur beberapa di antaranya adalah antara Taiwan dengan Cina, Jepang
dengan Korea Utara, dan Korea Utara dengan Korea Selatan. Pada konflik yang
terjadi antara Taiwan dengan Cina, mulanya Cina yang menginginkan Taiwan
kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Cina namun ditolak oleh Taiwan
karena menganggap bahwa Taiwan sendiri telah menjadi negara independen sejak
tahun 1949. Sehingga kemudian Cina berusaha memasuki Taiwan melalui Partai
Kuomintang yang pada akhirnya menjadi pemenang dalam Pemilu yang terakhir
diselenggarakan oleh Taiwan. Selain itu, Cina juga berusaha untuk memberlakukan
sistem berupa one china policy untuk menarik kembali Taiwan ke dalam wilayah
pemerintahannya.
Selain konflik antara Taiwan dengan Cina, terdapat pula konflik
yang timbul antara Jepang dengan Korea Utara yang melibatkan intervensi Amerika
Serikat. Sebenarnya konflik tersebut timbul ketika dahulu Jepang pernah
menduduki wilayah Korea Utara yang kemudian membuat Korea Utara menjadi tidak
dapat menerima keberadaan Jepang di negaranya sehingga memicu hubungan kedunya
menjadi tidak pernah baik hingga sekarang. Hubungan bilateral antara Jepang dan
Korea Utara pun semakin buruk dengan adanya kehadiran Amerika Serikat yang
menaruh pangkalan militernya di Jepang sehingga menganggap peristiwa tersebut
sebagai ancaman bagi pemerintah Korea Utara jika mengingat bahwa Amerika
Serikat dan Korea Utara sama-sama bersaing atas kepemilikan persenjataan nuklir
keduanya. Padahal di sisi lain, Korea Utara masih memiliki konflik dengan
negara yang sesama Korea yakni Korea Selatan. Keduanya berkonflik karena adanya
pengaruh Uni Soviet terhadap wilayah Korea Utara sedangkan kubu Korea Selatan disokong
oleh pengaruh liberalisme Amerika Serikat.
Implikasi dari hubungan internasional yang ada di kawasan Asia
Timur terhadap perpolitikan internasional, salah satunya berdampak pada
pembentukan hubungan yang lebih baik dari negara-negara Barat seperti Amerika
Serikat dengan negara-negara yang ada di Asia Timur, seperti Cina dan Jepang.
Poros hubungan yang saat ini mulai cenderung terkonsentrasi ke kawasan Asia
Timur seakan menarik perhatian publik dunia ke kawasan ini sehingga menjadikan
Asia Timur sebagai wilayah yang menentukan pada abad ke-21 sekarang. ASEAN
merupakan contoh regionalisme yang sedikit banyak mendapat pengaruh dari
perubahan hubungan internasional yang terjadi di Asia Timur saat ini, khususnya
Cina mengingat Cina sekarang banyak berkontribusi pada perkembangan dan
kemajuan ASEAN bahkan setelah ASEAN membentuk ARF. Dengan demikian, tidak hanya
stabilitas politik yang dipengaruhi namun juga sektor perekonomian. Selain itu,
ASEAN yang notabene regionalisme bentukan negara-negara Asia Tenggara, secara
geografis pun memiliki kedekatan dengan kawasan Asia Timur sehingga
pengaruh-pengaruh tersebut tidak dapat dihindarkan. Jika merujuk pada pendapat
Ravenhill (2008: 32), Asia Timur merupakan kawasan yang hari ini kedekatan
hubungan antarnegara di dalamnya tidak dapat diragukan lagi dengan mulai
terajut kembali dan menjadi semakin erat.
Kesimpulannya, Asia Timur merupakan kawasan yang mengalami
perubahan konteks hubungan internasional di mana fenomena tersebut terjadi
pasca berakhirnya Perang Dingin yang seiring dengan pertumbuhan pesat ekonomi
Cina sehingga banyak prediksi dari para ahli dalam merespon kejadian-kejadian
tersebut. Asia Timur tergolong wilayah yang memiliki dinamika cukup fluktuatif
yang terbukti dengan banyaknya konflik antarnegara di dalamnya. Menurut Joseph
S. Nye, meskipun Cina dipandang sebagai kekuatan baru, tapi secara statistik
Cina masih jauh untuk menyamai kekuatan yang dimiliki oleh Amerika saat ini,
dan masih harus menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks dalam pembangunan.
Bahkan meskipun sejumlah pakar, seperti Goldman Sachs memproyeksikan bahwa di
tahun 2027 Cina akan mampu melampaui GDP Amerika, tetapi Nye memandang kesamaan size tersebut tidak menjamin kesamaan
komposisi (bukan kuantitas). Karena Cina sendiri masih menghadapi berbagai
masalah, khususnya demografi. Meskipun Cina sejauh ini sukses membuktikan bahwa
sistem politiknya yang otoriter mampu membawa stabilitas di pemerintahan, tapi
hal tersebut belum menjawab masalah tuntutan akan partisipasi politik yang
lebih baik. Sehingga kemudian banyak pengamat dan ahli yang memperkirakan bahwa
masih jauh bagi rakyat Cina untuk dapat menikmati standar hidup yang cukup
tinggi layaknya di Eropa atau Amerika Serikat (Ghitis dalam
www.worldpoliticsreview.com). Cina juga butuh kehati-hatian dalam mengambil
sikap untuk merespon pesatnya perkembangan bangsa-bangsa lain di Asia, seperti
India dan Jepang, yang dikenal memiliki hubungan yang cukup akrab dengan
Amerika Serikat.
Sumber:
http://vinandhika-p--fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-47698-MBP%20Asia%20Timur-Hubungan%20Internasional%20di%20Asia%20Timur.html
0 komentar:
Posting Komentar